KPK Sita Aset Milik Tersangka 2 PT Rp25 Miliar Kasus OTT Suap Gubenur & Bupati Aceh

INFOPOLISI.NET | JAKARTA
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam proses pengumpulan alat bukti pada perkara dugaan tindak pidana korupsi korporasi pelaksanaan proyek pembangunan Darmaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) di Aceh, KPK melakukan penyitaan aset senilai Rp25 miliar.
Dalam perkara tersebut, KPK menetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka korporasi sejak April 2018. Kedua korporasi tersebut diduga merugikan keuangan negara senilai Rp313,3 Miliar.
KPK berkomitmen untuk memaksimalkan asset recovery dari setiap penanganan perkara korupsi baik melalui pidana denda, uang pengganti, maupun perampasan aset. Hal ini dilakukan sebagai bagian pemberian efek jera dan juga untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian korupsi ke negara.
Sebelum KPK melakukan penyitaan aset PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka korporasi, dikutip cnnindonesia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi terlebih dahulu menetapkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, sebagai tersangka kasus dugaan suap pengucuran Dana Otonomi Khusus Aceh 2018.
KPK saat penetapan terhadap tersangka setelah sebelumnya menjalani proses pemeriksaan, Irwandi saat itu turut diciduk dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut pada Selasa (3/7) malam dan tersangka langsung digiring untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta.
“KPK meningkatkan status perkara ke penyidikan dan menetapkan empat orang sebagai tersangkan. Yaitu IY (Irwandi Yusuf), HY (Hendri Yuzal), dan TSB (Syaifulo Bahri) sebagai penerima dan AMD (Ahmadi) sebagai pemberi,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/7).
Selain Irwandi, KPK turut menetapkan Bupati Bener Meriah Ahmadi sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) saat itu, KPK menyita uang sebesar Rp50 juta yang diduga sebagai ijon proyek.
KPK menyatakan Irwandi, Hendri Yuzal, dan Syaiful Bahri sebagai penyelenggara negara dan penerima suap dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang 31/1999 yang diubah Dengan UU 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Ahmadi sebagai pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Basaria, seharusnya dana otonomi khusus Aceh 2018 dipergunakan untuk kepentingan penduduk setempat. Seperti pembangunan jalan, pengentasan kemiskinan, pendidikan, serta kegiatan sosial dan kesehatan masyarakat. Namun, Irwandi malah meminta uang panjar (ijon) terkait proyek-proyek pembangunan infrastruktur bersumber dari dana otonomi khusus itu.
Ketika sebelum ditangkap KPK, Irwandi disebut-sebut turut terlibat dalam kasus dugaan korupsi pembangunan dermaga bongkar Sabang, Aceh tahun anggaran 2006-2011. Pada saat proyek itu bergulir, Irwandi menjabat sebagai gubernur Aceh yang turut kecipratan uang proyek tersebut, dengan taksiran kerugian negara sekitar Rp313 miliar.
Dalam putusan mantan kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Ruslan Abdul Gani, Irwandi disebut-sebut turut diperkaya sebesar Rp14,06 miliar dalam proyek itu. Namun, ia membantah jika menerima uang dari proyek senilai Rp793 miliar.
Irwandi juga waktu itu sempat diperiksa sebagai saksi pada perkara Ruslan yang pernah menjabat Bupati Bener Meriah, waktu sejak masih dalam tahap penyidikan saat itu pada Mei 2016 lalu. Sejak saat itu, KPK mengusut kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar Sabang tersebut dengan menetapkan dua korporasi sebagai tersangka, diantarannya adalah PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati.
(Red)
Tinggalkan Balasan