Mantan UPT Tanah Dinas Pertamanan DKI Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah di Cipayung

INFOPOLISI.NET | Jakarta – Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan mantan Kepala UPT Tanah Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta berinisial HH sebagai tersangka. Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta Ashari Syam mengatakan, penetapan tersangka dilakukan pada Jumat (17/6/2022) lewat surat penetapan nomor TAP-60/M.1/Fd.1/06/2022.
HH disangkakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 11, Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Pada tahun 2018, tersangka HH pada saat itu menjabat sebagai kepala UPT Tanah Dinas Pertamanan dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta,” ujar Ashari dalam keterangan tertulis, Minggu (19/6/2022).
Baca juga: Polda Jabar Masih Selidiki Kasus Kematian 2 Suporter Persib
Ashari mengatakan, HH ditetapkan sebagai tersangka lantaran melakukan pembebasan lahan di RT 008 RW 003 Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, tanpa dokumen perencanaan pengadaan tanah. Selain itu, HH juga melakukan pembebasan lahan tanpa adanya peta informasi rencana tata kota dan permohonan informasi aset kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD). “Dan tanpa adanya persetujuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta,” papar Ashari.
Baca juga : Polda Jabar Gelar Pemusnahan Barang Bukti Jenis Sabu Seberat 1,196 Ton
Selain melakukan tindakan ilegal tanpa persetujuan gubernur DKI, HH juga disebut memberikan penilaian apraisal kepada tersangka lainnya, yaitu LD selaku notaris, tanpa ada negosiasi harga dengan pemilik lahan. “Sehingga data tersebut dipergunakan oleh tersangka LD untuk melakukan pengaturan harga terhadap delapan pemilik atas sembilan bidang tanah di Kelurahan Setu, Cipayung, Jakarta Timur,” imbuh Ashari.
Akibatnya, pemilik lahan hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp 1,6 juta per meter. Namun, harga yang dibayarkan Distamhut DKI Jakarta rata-rata sebesar Rp 2,7 juta per meter.
Pemprov DKI Jakarta membayar Rp 46,4 miliar dan para pemilik tanah hanya mendapat Rp 28,7 miliar, sedangkan Rp 17,7 miliar sisanya dinikmati oleh para tersangka.
“Proses pembebasan lahan di Kelurahan Setu diduga telah menyalahi ketentuan Pasal 45 dan Pasal 55 Peraturan Gubernur Nomor 82 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum terkait rencana pengadaan,” ucap Ashari.
(Red)**
Tinggalkan Balasan