INFOPOLISI.NET | CIANJUR —
Perjuangan panjang menuntut keadilan bagi IRM, seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Cianjur, Jawa Barat, akhirnya membuahkan hasil. Setelah delapan bulan mengalami penyiksaan dan eksploitasi di Arab Saudi, IRM berhasil dipulangkan ke tanah air berkat kerja keras kuasa hukumnya, Adv. Niko Apriliandi, S.H., dan dukungan sejumlah lembaga negara.
Perjuangan Hukum yang Tak Mudah
Kasus ini bermula ketika Adv. Niko Apriliandi, S.H. melaporkan dugaan perdagangan orang (TPPO) yang menimpa IRM ke Direktorat TPPO Bareskrim Polri pada 15 Juli 2025.
Tak hanya itu, ia juga mengirimkan surat resmi ke Kementerian Luar Negeri RI, BNP2TKI, dan Kepolisian RI untuk mendesak agar korban segera dipulangkan serta menuntut penindakan terhadap para pelaku.
“Sebagai kuasa hukum PMI, saya berharap proses hukum ini berjalan di jalur yang benar dan para sponsor ilegal ditindak sesuai hukum yang berlaku,” tegas Adv. Niko.
saat ditemui di kediaman korban di Kampung Mayak Kidul, Desa Mayak, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur.
Kini, kasus tersebut resmi ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Cianjur, dengan jadwal pemeriksaan korban pada Rabu, 22 Oktober 2025. Adv. Niko memastikan bahwa pihaknya akan memperjuangkan seluruh hak-hak korban, termasuk gaji yang tidak dibayarkan selama bekerja di Arab Saudi.
Diperlakukan Tidak Manusiawi Di Negeri Orang
IRM menceritakan kisah pilunya kepada awak media. Ia mengaku direkrut oleh tiga calo, masing-masing berinisial A, Sumi, dan Ningsih, yang menjanjikannya pekerjaan bergaji besar di Oman. Namun kenyataannya, IRM justru dikirim ke Arab Saudi tanpa visa dan dokumen resmi.
“Saya berangkat pada 10 Maret 2025 melalui tiga calo itu. Mereka bilang saya akan kerja di Oman, tapi ternyata saya dikirim ke Arab tanpa visa,” ungkap IRM di kediamannya Kp. Mayak Kidul, Desa Mayak, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Senin 20 Oktober 2025.
Selama delapan bulan bekerja, IRM tidak hanya tidak menerima gaji, tetapi juga disiksa secara fisik oleh anak majikan yang diduga mengalami gangguan jiwa (ODGJ).
“Selama di sana saya tidak diperlakukan dengan baik. Saya sudah beberapa kali mengadu ke sponsor, tapi tidak pernah ditanggapi. Hingga akhirnya saya diperbolehkan pulang, namun tidak boleh membawa apa pun,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Ucapan Terima Kasih dan Harapan untuk Keadilan
Setibanya di tanah air, IRM menyampaikan rasa syukurnya atas bantuan semua pihak yang telah memperjuangkan kepulangannya.
“Saya berterima kasih kepada Bapak Presiden, Kementerian Luar Negeri, Polres Cianjur, dan kuasa hukum saya. Saya berharap keadilan ditegakkan dan hak-hak saya dikembalikan. Semoga para pelaku segera ditangkap dan dihukum,” tuturnya penuh haru.
Kasus IRM menambah panjang daftar praktik perdagangan orang (human trafficking) yang masih marak terjadi di Indonesia.
Modusnya kerap sama: janji manis pekerjaan di luar negeri dengan gaji tinggi, yang berujung pada eksploitasi dan kekerasan terhadap korban.
Minimnya edukasi, lemahnya pengawasan pemerintah daerah, serta maraknya sponsor ilegal di tingkat desa menjadi faktor utama yang membuat kasus serupa terus berulang.
Negara perlu memperketat pengawasan jalur pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dan memberikan pendidikan hukum serta sosialisasi prosedur resmi bagi calon PMI.
Kasus ini bukan hanya tentang penderitaan satu orang, tetapi peringatan keras bagi pemerintah, aparat, dan masyarakat bahwa perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia harus menjadi prioritas nasional. (Red)









