INFOPOLISI.NET | NTB – Dugaan praktik pemerasan mencuat dalam kasus pelaporan terhadap lima Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Oknum dari sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas) lokal dilaporkan telah melaporkan sejumlah PKBM ke Kejaksaan Negeri Lombok Tengah terkait dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), yang belakangan diduga kuat sebagai bagian dari skenario pemerasan.
Kelima PKBM yang dilaporkan yakni:
1. PKBM Tunas Harapan
2. PKBM Bani Hasim
3. PKBM Mutiara Ilmu
4. PKBM Nurul Iman
5. PKBM As-Sunnah Wal jamaah Lil jam iah
Menurut Burhanuddin, S.H.I, seorang praktisi hukum sekaligus Ketua LSM FOKUS NTB, yang juga menjadi penasihat hukum salah satu kepala sekolah dari PKBM yang dilaporkan, tindakan oknum ormas tersebut telah mencederai hukum dan mencerminkan dugaan kuat praktik pemerasan berkedok pelaporan hukum.
“Modusnya dimulai dengan pelaporan ke Kejaksaan. Setelah penyelidikan berjalan, oknum pelapor ini kemudian mendekati kepala sekolah yang dilaporkan dan meminta uang dengan dalih akan mencabut laporan atau bahkan menawarkan diri menjadi pendamping hukum. Nilainya bervariasi, antara Rp 10 juta hingga Rp 15 juta,” ungkap Burhanuddin kepada media,
Yang mengejutkan, pertemuan antara oknum ormas dan para kepala sekolah tersebut disebut-sebut difasilitasi oleh oknum dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Lombok Tengah bersama pihak internal PKBM. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa kasus ini bukan semata pelaporan murni atas dugaan korupsi, tetapi juga sarat dengan kepentingan tersembunyi.
Burhanuddin menegaskan bahwa dugaan penyalahgunaan dana BOP merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Artinya, meskipun pelapor mencabut laporannya, proses penyelidikan oleh Kejaksaan Negeri Lombok Tengah tidak otomatis berhenti.
“Ini masuk dalam kategori dugaan korupsi karena berkaitan langsung dengan penggunaan dana negara. Oleh karena itu, meskipun laporan dicabut, proses hukum tetap berjalan kecuali secara hukum terbukti tidak ada unsur perbuatan melawan hukum,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa dalam perspektif hukum, sangat tidak lazim dan bahkan menyalahi etika jika pelapor kemudian menawarkan diri sebagai pendamping hukum kepada pihak yang sebelumnya dilaporkannya sendiri.
“Ini sangat patut diduga sebagai praktik pemerasan. Aparat penegak hukum harus turun tangan mengusutnya. Jika diabaikan, kami akan lanjutkan laporan ke Polda NTB,” tambahnya.
Kasus ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat akan maraknya penggunaan jalur hukum sebagai alat tekanan dan negosiasi ilegal. Burhanuddin pun mendesak Kejaksaan Negeri Lombok Tengah agar tidak hanya fokus pada terlapor dari pihak PKBM, tetapi juga menyelidiki motif serta peran oknum pelapor yang diduga melakukan intimidasi dan pemerasan terhadap para kepala sekolah.
“Sikap aparat penegak hukum sangat menentukan apakah ini menjadi contoh penegakan hukum yang bersih atau justru menciptakan preseden buruk,” tegasnya.
Hingga berita ini dirilis, belum ada tanggapan resmi dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah. (EH)