Foto/Dok: Sidang Lanjutan penipuan dan penggelapan dalam proyek properti Bodong terdakwa Rafferty Renfreed Robinson, pimpinan PT. Rafferty Property Prosperity di Pengadilan Negeri Klas I Bandung
INFOPOLISI.NET | BANDUNG – Dugaan penipuan dan penggelapan dalam proyek properti Bodong senilai Rp. 2,5 miliar kembali digelar di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (9/4/2025).
Persidangan yang dipimpin oleh Hakim Casmaya S.H menghadirkan tiga saksi utama: Irfan, Weli Rosalina, dan Iis Sutinah, yang merupakan anak dan istri dari korban.
Kasus ini menyeret terdakwa Rafferty Renfreed Robinson, pimpinan PT. Rafferty Property Prosperity, yang didakwa telah menipu korban Dr. Isa Mansyur.,MM, dengan janji pembangunan rumah di Cluster Magnolia IV No. 21, Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Modus Licik Berkedok Desain Rumah Mewah Kasus bermula pada Agustus 2022 ketika korban dan beberapa saksi, termasuk Irfan Azhari, SE, MM, mulai membahas desain rumah dan spesifikasi bangunan bersama terdakwa. Setelah negosiasi yang tampak profesional, korban sepakat membeli tanah kavling berikut bangunan dengan harga total Rp. 2,5 miliar.
Pembayaran dilakukan secara bertahap, dengan DP 20 dan transfer pertama sebesar Rp.2 milyar pada 10 Agustus 2022, disusul Rp.1 miliar setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), dan sisa Rp.1,48 miliar dibayarkan secara bertahap berdasarkan progres pembangunan.
Namun, pembangunan tak kunjung dimulai hingga akhir bulan Nopember. Sertifikat Fiktif dan Janji Palsu yg dilontarkan terdakwa.
Masalah ini mencuat ketika korban mempertanyakan kejelasan nomor sertifikat tanah yang ternyata kosong dalam dokumen PPJB.
Terdakwa berkelit bahwa sertifikat tersebut sedang diproses dan akan dilengkapi kemudian. Namun, penyelidikan lebih lanjut mengungkap bahwa tanah yang dijanjikan bukan milik terdakwa, melainkan milik sah SHM dari Tedi Suharja dan istrinya Marlina Kesuma, yang tidak pernah memberikan kuasa jual kepada siapa pun.
Uang Lenyap, rumah tak Ada dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan justru dialihkan ke berbagai pembayaran tidak relevan, seperti fee marketing, supervisor, dan biaya operasional kantor. Parahnya, hanya Rp.100 juta yang digunakan untuk pembayaran DP tanah ke agen properti, sedangkan sisanya lenyap tanpa kejelasan.
Pada 23 Mei 2023, terdakwa menandatangani surat pernyataan kesanggupan mengembalikan uang senilai Rp 2,5 miliar. Ia bahkan memberikan cek Bank Mandiri, namun saat dicairkan pada 15 Agustus, ternyata saldo tidak mencukupi.
Aksi tersebut pun dilaporkan ke Polda Jawa Barat. Jerat Hukum Menanti
Akibat perbuatannya, terdakwa dijerat dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan juncto Pasal 55 ayat (1) tentang turut serta melakukan tindak pidana.
Jaksa Penuntut Umum Ikwan Ratusudy, S.H. menegaskan bahwa kerugian korban mencapai total Rp. 2,5 miliar akibat rumah tak dibangun dan sertifikat tanah fiktif. (ES)