Foto/Dok: Disperindag Provinsi Jawa Barat
INFOPOLISI.NET | BANDUNG,- Janji pemerintah untuk memusnahkan belasan ribu bal pakaian bekas impor hasil penyitaan di wilayah Bandung Raya kini menuai tanda tanya besar. Lebih dari dua bulan sejak aksi penyitaan dilakukan hingga kini belum ada kejelasan kapan dan bagaimana proses pemusnahan itu akan direalisasikan.
Sebelumnya, penyitaan besar-besaran tersebut dilakukan langsung oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso bersama Satgas Gabungan yang terdiri dari unsur Kemendag, TNI, Polri, BIN, dan BAIS di sejumlah gudang di Desa Tegalluar, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung.
Dalam operasi itu, pemerintah menyegel sebanyak 11 gudang berisi pakaian impor bekas asal Korea Selatan, Jepang, dan Cina. Total barang yang diamankan mencapai 19.391 bal dengan nilai fantastis sekitar Rp112,35 miliar.
Rinciannya: tiga gudang di Kota Bandung berisi 5.130 bal senilai Rp24,75 miliar, lima gudang di Kabupaten Bandung menampung 8.061 bal senilai Rp44,2 miliar, dan tiga gudang di Kota Cimahi berisi 6.200 bal senilai Rp43,4 miliar.
Pakaian bekas impor itu melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, serta dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang secara tegas melarang impor barang bekas, termasuk pakaian.
JANJI PEMUSNAHAN YANG BELUM PASTI
Meski pemerintah telah berjanji akan segera memusnahkan barang sitaan, hingga kini belum ada tindak lanjut konkret. Hal ini diakui oleh Egi Mardiana Abdilah, Pengawas Perdagangan Ahli Muda Bidang PKTN Disperindag Jawa Barat, yang menyebut belum menerima informasi resmi dari kementerian.
“Kami sudah menanyakan, tapi sejauh ini belum ada informasi resmi. Katanya nanti akan ada pemusnahan, tapi kapan dan bagaimana pelaksanaannya belum disampaikan,” ujar Egi kepada Awak Media Via Cell, Rabu (23/10/2025).
Ia menambahkan, koordinasi antara pemerintah daerah dan kementerian masih terbatas. Bahkan, sejumlah petugas lapangan mengaku bingung karena tidak ada kejelasan terkait lokasi, mekanisme, maupun penanggung jawab pemusnahan.
“Kami juga sudah mencoba menelusuri, tapi belum ada kejelasan. Semua masih menunggu arahan lebih lanjut dari Kementrian ,” tambahnya.
TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS DIPERTANYAKAN
Minimnya informasi resmi dari pemerintah pusat membuat publik mulai mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan kebijakan tersebut.
Sejumlah pengamat menilai, lambannya tindak lanjut pemusnahan membuka ruang spekulasi mengenai nasib barang sitaan senilai Rp112 miliar itu.
“Dalam konteks penegakan hukum, kementerian semestinya bersikap terbuka. Keterlambatan informasi menimbulkan dugaan lemahnya koordinasi lintas lembaga.
Selain itu, publik juga menyoroti status hukum tujuh perusahaan importir ilegal yang sebelumnya disebut Mendag telah ditetapkan sebagai tersangka. Hingga kini, belum ada kepastian apakah proses hukum terhadap perusahaan tersebut telah berjalan sesuai prosedur atau tidak?
ANCAMAN TERHADAP INDUSTRI TEKSTIL NASIONAL
Secara ekonomi, membanjirnya pakaian bekas impor ilegal dinilai mengancam industri tekstil lokal dan pelaku UMKM. Pemerintah sempat menegaskan bahwa pakaian bekas impor dapat merusak pasar domestik dan menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen.
Namun, tanpa langkah pemusnahan yang nyata, kekhawatiran justru bergeser:
Apakah barang-barang sitaan itu benar-benar diamankan, atau justru berpotensi kembali beredar di pasar gelap?
Kasus ini menjadi ujian bagi pemerintah dalam menegakkan kebijakan perdagangan sekaligus menjaga kepercayaan publik. Ketika barang sitaan bernilai miliaran rupiah tak jelas nasibnya, publik berhak bertanya: komitmen siapa yang sebenarnya sedang diuji — hukum, atau integritas pemerintah sendiri? (Tim Redaksi)









